Hadiri Pakem Kejari Mamuju, LDII Dukung Perkuat Toleransi
Mamuju (1/7). Ketua Dewan Pimpinan Daerah (LDII) Kabupaten Mamuju menghadiri kegiatan Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan dalam Masyarakat (Pakem) yang dilaksanakan di aula Kejaksaan Negeri Mamuju. Acara ini dibuka secara resmi oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mamuju dan dihadiri oleh Haji Usman, Kasubbag Tata Usaha yang mewakili kepala Kementerian Agama Kabupaten Mamuju, Senin (16/6).
Dalam sambutannya, Kajari menekankan pentingnya memperkuat toleransi antarumat beragama, tetap konsisten untuk melaksanakan tupoksi sebagai tim Pakem Kabupaten Mamuju serta terus menggaungkan semangat anti-radikalisme sebagai bagian dari upaya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kegiatan ini juga menjadi wadah diskusi terbuka, di mana para peserta diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan dan pandangan terhadap isu-isu strategis terkait keagamaan. Salah satu pihak yang berkontribusi aktif dari LDII yang diwakili oleh Ketua DPD LDII Kota Mamuju, Bambang Cahyadi.
Dalam penyampaiannya, Bambang menjelaskan bahwa LDII selama ini telah melakukan pembinaan berjenjang terhadap masyarakat, mulai dari usia PAUD hingga usia lanjut, dalam rangka membentuk pemahaman keagamaan yang moderat, toleran, dan selaras dengan nilai-nilai kebangsaan.
Selain memaparkan program pembinaan, Bambang Cahyadi juga mengangkat sejumlah potensi kerawanan yang perlu menjadi perhatian bersama. Salah satunya adalah rencana pembukaan jalur transportasi dari Mamasa ke Toraja, dari Kalumpang ke Seko serta mudahnya akses dari Jalur ini dinilai rawan menjadi pintu masuk pengaruh negatif yang dapat mengganggu stabilitas sosial masyarakat.
“Kita perlu mengantisipasi kemungkinan masuknya paham-paham radikal dari jalur ini,” tegasnya. Ia juga menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap wilayah Kepulauan Balabalakang yang memiliki posisi strategis namun juga rentan dimasuki paham-paham menyimpang, terutama dari arah Kalimantan.
Dalam hal pencegahan radikalisme, Bambang menegaskan perlunya pengawasan serius terhadap gerakan yang telah dilarang secara hukum seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Meskipun secara legal telah dibubarkan, HTI dinilai masih aktif menjalankan kegiatan terorganisir secara tersembunyi dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, diperlukan data akurat “by name dan by address” untuk memudahkan pemantauan dan penindakan. Ia juga mendorong adanya sosialisasi nilai-nilai kebangsaan secara masif melalui peran aktif para dai dan tokoh agama, baik di masjid maupun gereja.
Selain itu, sekolah-sekolah perlu menjadi target utama edukasi kebangsaan, karena usia pelajar merupakan fase krusial pembentukan karakter yang sangat rentan terhadap pengaruh ideologi intoleran. “Karena anak-anak ibarat gelas kosong. Apa pun yang dituang akan membentuk isi pikirannya,” imbuhnya.
Selain isu ideologis, kegiatan ini juga menyoroti aspek sosial yang tak kalah penting, yakni tingginya angka kemiskinan di beberapa wilayah, khususnya Tapalang. Kondisi kemiskinan ekstrem ini dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menyusup ke tengah masyarakat melalui iming-iming kesejahteraan dan bantuan kebutuhan dasar.
Oleh karena itu, pendekatan pencegahan juga harus disertai dengan strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat agar lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh negatif.
Dalam kegiatan tersebut turut disampaikan pula program unggulan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat yang bertajuk “NO Blank spot area”. Program ini bertujuan memperluas jaringan telekomunikasi di seluruh wilayah Sulawesi Barat guna membuka akses informasi yang lebih merata, sekaligus memperkuat keterhubungan antara masyarakat dan pemerintah.
Secara keseluruhan, kegiatan Pakem ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kerja sama lintas sektor antara aparat hukum, tokoh agama, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Sinergi yang kuat dan berkelanjutan sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan radikalisme, intoleransi, serta ketimpangan sosial yang masih menjadi isu krusial di berbagai daerah.